Minggu, 31 Maret 2013

Kurikulum 2013: Untung Rugi untuk Siapa?



Kurikulum 2013: Untung Rugi untuk Siapa?

Oleh: Departemen Kajian Strategis*


http://assets.kompas.com/data/photo/2013/02/21/1033179p.jpgDunia pendidikan kita terus berbenah diri dan kian mengalami perkembangan seiring dengan berkembangnya tuntutan demi menjawab kebutuhan masyarakat yang makin kompleks. Dalam proses perkembangannya tidak akan lepas dari sebuah permasalahan klasik yang menunggu untuk segera diselesaikan termasuk solusi yang tidak popular.
Wakil Presiden Boediono mengakui bahwa kita memang belum punya konsepsi yang jelas mengenai substansi pendidikan yang dapat dijadikan kompas bagi begitu banyak kegiatan dan inisiatif pendidikan di Tanah Air (Kompas, 29 Agustus 2012).
Seakan menjawab persoalan, kementrian pendidikan dan kebudayaan segera membentuk tim ahli untuk mengevaluasi kurikulum nasional mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga menengah. Hal ini jelas menyampingkan persoalan subtansi dan arah pendidikan. Dengan demikian kiranya perubahan metode pembelajaran jauh lebih strategis dan urgen daripada kurikulum.
Meskipun kenyataan ini disangkal melalui pers staf ahli Mendikbud Prof. Kacung Marijan bahwa, perubahan kurikulum yang akan dilaksanakan itu bukan karena tanpa alasan dan  prosesnya sudah lama sejak tahun 2010 dan kepentingannya sekarang menjadi diperkuat lagi (Antara, 2 Oktober 2012).
Pemerintah berkukuh melaksanakan Kurikulum 2013 pada Juli mendatang seolah ada keharusan yang mendesak. Padahal, ”barangnya” masih kontroversial, perangkat pelaksanaannya pun belumlah siap.
”Tidak bisa ditunda dan harus dimulai tahun ajaran ini. Jika kita menunda, taruhannya besar terhadap masa depan generasi bangsa,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh.
Implementasi Kurikulum 2013, menurut Mendikbud, penting dan genting terkait bonus demografi pada 2010-2035. Generasi muda Indonesia perlu disiapkan dalam kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.
Sikap pemerintah itu terasa berlebihan karena sejatinya pengaruh perubahan Kurikulum 2013 tidaklah sedahsyat yang dibayangkan. Asumsi-asumsi teoritisnya memang muluk, tetapi yang riil berubah dan mudah dilaksanakan hanya pengurangan jumlah mata pelajaran dan penambahan durasi pembelajaran di sekolah.
Sementara pendekatan tematik dan integratif bukanlah perkara baru, tetapi sekadar penegasan yang malah terkesan sebagai dalih ketiadaan IPA dan IPS dalam lis mata pelajaran SD. Gagasan tematik dan integratif tidak dirancang untuk pembaruan model pembelajaran siswa aktif (active learning) yang menyeluruh bagi semua mata pelajaran di setiap jenjang persekolahan seperti dikehendaki Undang-undang dalam delapan standar proses pendidikan.
Penerapan Kurikulum 2013 pada Juli atau kapan pun dalam format yang ada tampaknya tidak menimbulkan efek kualitatif yang signifikan bagi kemajuan bangsa. Tak ada faktor yang mendukung perubahan ke arah itu, apalagi jika berbagai kerancuan kompetensi inti dan dasar dengan materi dibiarkan kabur, dan kurikulum dilaksanakan sebelum matang. Selain itu, posisi kurikulum dalam suatu sistem pendidikan berada pada level operasional yang jalannya ditentukan oleh fondasi, visi, dan substansi pendidikan, yang di negeri ini justru bermasalah (Abduhzen M, Kompas 21 Februari 2013).

Era Profesionalisme Guru
Undang-undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen telah memberikan landasan kuantitatif bagi peningkatan mutu guru, yaitu kualifikasi akademik, sertifikat pendidik, dan empat kompetensi: pedagogis, profesional, sosial, dan kepribadian. Kompetensi pedagogis adalah kemampuan mengelola pembelajaran dengan mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Peningkatan profesionalisme guru seyogianya ditandai berbagai aktivitas pembaruan metode dan kinerja guru.
Pembaruan metode pembelajaran dibutuhkan dan seharusnya dilakukan sejak lama dalam pendidikan kita. Pertama, karena adanya ”revolusi Copernican” dalam definisi pendidikan dari pembelajaran berpusat pada guru (teacher-centered) seperti dalam Pasal 1 Ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), ke berpusat pada murid (student-centered) menurut UU No 20 Tahun 2003 sebagai revisi UU Sisdiknas.
Patut dicermati bersama, bahwa pembalikan paradigma ini bukan satu kelatahan, melainkan didasari pergeseran konsep interaksi belajar mengajar dari ”mengajar” (teaching) ke ”pembelajaran” (learning). Perkembangan ini selanjutnya menuntut perubahan cara pandang, pendekatan, dan metode pembelajaran yang lebih partisipatif dan dialogis. Jawabannya adalah pendekatan tematik-integratif sesungguhnya sesuai dengan paradigma baru ini, namun sayangnya tidak dielaborasi secara jelas hingga model pembelajaran.
Maka, selayaknya perlu dipahami bahwa, kurikulum pendidikan kita mau dibenahi bahkan diganti seribu kalipun. Namun tanpa diikuti pembenahan profesionalisme guru dan perubahan kesadaran. Hanya melihat potensi anak-anak sebagai robot yang hanya mampu dijejali pengetahuan yang berujung pada pengkhianatan pedagogik tetap akan menjadi sebuah kesia-siaan.

*) BEM FIP UNNES 2013

Kamis, 07 Maret 2013

Jejak Dalam Frame

Struktur Keanggotaan Departemen Kajian dan Strategi BEM FIP UNNES 2013
Kastrat Langkah Kemajuan!!!

Jumat, 01 Maret 2013

mBangun Komunikasi Internal, Menyoal UKT



mBangun Komunikasi Internal, Menyoal UKT
Oleh: Dept. Kajian Strategis*)
           
Jumat (1/3), jajaran fungsionaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) bersama anggota Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) FIP Unnes menggelar komunikasi internal. Menyoal kembali kebijakan penerapan biaya kuliah di perguruan tinggi dalam sistem pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Berdasarkan pada Surat Edaran Dirjen Dikti nomor 488/E/T/2012 tanggal 21 Maret 2012. Sitem UKT diberlakukan mulai dari mahasiswa baru angkatan 2012. Tarif tunggal atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah sistem pembayaran seluruh komponen biaya pendidikan yang dibagi secara merata ke setiap semester, dengan asumsi waktu kuliah delapan semester.  Artinya, UKT tidak mengenal sumbangan SPL, SPMP, PRKP atau biaya wisuda. Seluruh sumbangan (biaya)  akan dijumlahkan, kemudian dibagi merata kedalam delapan semester.
Patut diapresiasi bahwa munculnya kebijakan biaya kuliah menggunakan sistem UKT, didasari pada kepedulian pemerintah untuk meringankan biaya pendidikan bagi mahasiswa. Asumsinya, bila sistem sebelumnya mahasiswa baru dikenai biaya uang pangkal misal; delapan juta dan biaya persemester satu juta, maka ini dianggap berat. Sehingga dengan sistem UKT melalui perhitungan kasar uang pangkal (delapan juta) ditambah jumlah total biaya persemester (satu juta) dikalikan delapan semester, kemudian dibagi delapan, maka diperoleh angka dua juta. Hal ini bagi pemerintah dirasa lebih meringankan biaya kuliah.
Lalu bagaimana dengan Universitas Negeri Semarang?
Perlu dipahami bersama, bahwa setiap perguruan tinggi memiliki hak otonom masing-masing. Tidak bisa dipukul ratakan dalam setiap kebijakan yang diambil. Terlebih menyangkut hal biaya. Hal ini diantaranya didasarkan pada penerimaan Bantuan Operasional Perguruan Tinggi (BOPTN) dan latar belakang mahasiswa, baik dalam sosiologis maupun psikologis.
Sejauh ini, rencana pemberlakuan UKT di Universitas Negeri Semarang belum menemui titik terang. Mulai dari besaran biaya persemester hingga pada persoalan dikenakannya biaya per sks. Berdasar pada informasi dari Departemen Dalam Negeri BEM KM Unnes. Namun, rasanya sudah menjadi pasti bahwa Unnes akan memberlakukan UKT pada tahun ini.
Upaya untuk mendalami persoalan ini, sudah pada tataran mengajukan audiensi kepada pihak rektorat. Namun hingga kini belum diterima. Sehingga dijadwalkan pada senin besok (4/3) akan menggelar konsolidasi bersama BEM KM, DPM dan BEM Fakultas Se-Unnes. Guna menyatukan visi untuk mendesak digelarnya audiensi dengan segera.

Pandangan Awal BEM FIP
            Berdasar pada kajian bersama Dept. Kajian Strategis BEM FIP dan DPM FIP. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi;
1.      Pihak rektorat, bersedia menggelar audiensi bersama BEM KM, DPM dan seluruh BEM Fakultas.
2.      Adanya keterbukaan, dalam menentukan besaran biaya persemester.
3.      Kebijakan khusus kepada mahasiswa yang mengalami perpanjangan studi, yaitu pada setelah semester delapan tidak dikenakan biaya uang pangkal atau hanya membayar beban sks.
4.      Memperjelas subsidi silang antar prodi.
5.      Transparansi besaran BOPTN.
6.      Memperluas sosialisasi UKT kepada calon mahasiswa angkatan 2013

Disamping itu kepedulian BEM FIP terhadap dampak negatif pemberlakuan sistem
UKT ini diantaranya;
  1. Akan terjadi peningkatan biaya kuliah.
  2. Pos pembiayan operasional Universitas akan terganggu, dan stabil pada tahun ke 4 setelah penerapan sistem UKT.
  3. Secara teknis, pelaksanaan sistem subsidi silang antar prodi sangat sulit dilakukan.

*) Bernaung di bawah BEM FIP Unnes 2013